Kios Jual Pupuk Melebihi HET Bebani Petani dan Melanggar Regulasi

 


Garismerah, Bone – Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Komcab. Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, menyatakan keprihatinannya terhadap dugaan praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan meminta aparat untuk bertindak tegas.


Andi Sunil, pegiat Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Komcab. Kabupaten Bone, angkat bicara. Pupuk bersubsidi dirancang untuk meringankan beban petani. Namun masih ada kios yang menjual pupuk di atas HET.


Menurut Andi Sunil, ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga bertentangan dengan tujuan Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung sektor pertanian dan program ketahanan pangan nasional, kepada media, Kamis 1/5/2025.


Ia mengatakan, dugaan penjualan pupuk bersubsidi di atas HET terjadi di Desa Lappo Ase, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, kios pupuk subsidi Zurahman Indah milik Hj. Rohani, akan dilaporkan dugaan menjual pupuk bersubsidi di atas HET, yang menyebabkan petani menjerit dan terbebani dengan harga yang tidak sesuai.


“HET itu sudah diatur jelas, misalnya Rp 112, 500 untuk urea per 50 kg. Rp 115. 000 untuk NPK Phonska per 50 kg. Tapi di lapangan, Hj. Rohani menjual seharga Rp 145. 000 per zaknya. baik pupuk urea maupun pupuk phonska, Ini jelas melanggar aturan dan menyengsarakan petani kecil,” tegasnya.


Masih kata Andi Sunil, dirinya menerima banyak keluhan dari beberapa petani di Dusun Bulu Maloko Desa Unra, kios Hj. Rohani diduga menjual melebihi HET,  juga mengharuskan petani pembelian dengan cara paket dengan pupuk non subsidi, seharga Rp 15.000 satu kantong plastik setiap pembelian pupuk subsidi.


Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 644/kPTS/SR.310/M/11/2024, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi telah ditetapkan, yaitu:


Urea: Rp 2.250/kg

NPK Phonska: Rp 2.300/kg


Namun, pemilik Kios,  Zurahman Indah milik Hj. Rohani, diduga telah menjual pupuk bersubsidi melebihi HET yang telah ditetapkan pemerintah, ucapnya.


Menjual pupuk bersubsidi di atas HET, telah melanggar Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara atau denda hingga Rp 10 miliar.


"Petani di Kabupaten Bone, khususnya di Dusun Maloko Desa Unra, mengeluhkan harga pupuk subsidi yang terkesan mahal, serta pemaketan dengan pupuk non-subsidi yang tidak mereka butuhkan".


Kalau mereka membeli 20 zak pupuk bersubsidi mereka juga diharuskan membeli 20 kantong plastik pupuk non-subsidi, seharga Rp 15.000, ucap Andi Sunil.


Sementara Ketua Kelompok Tani Maddaremmeng Desa Unra Kecamatan Awangpone (Arkam) membenarkan,  bahwa pupuk dari Hj. Rohani dengan harga Rp 145.000 memang mahal, dan salah satu alasan utamanya, adalah biaya pengiriman (biaya antar) yang tinggi. Biaya pengiriman ini menambah beban biaya produksi bagi petani, terutama di daerah yang jauh dari pusat distribusi pupuk. 


Di tempat terpisah, Kepala BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan Awangpone (Mulyadi) mengatakan " terima kasih atas aduannya kami akan segera mengevaluasi.


Andi Sunil menambahkan, jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya petani yang dirugikan, tapi juga bisa memicu konflik horizontal di masyarakat, petani yang telah membayar biaya antar pupuk, tetapi pupuk tersebut tidak sampai tujuan,"  tutupnya.


Sementara Plt.Kepala Dinas pertanian (Dispertan) Kabupaten Bone, belum dapat di konfirmasi, sampai berita dinaikkan.


Redaksi/AA